Welcome To My Blog
RSS icon Home icon
  • Knowledge Management & Kiat Praktisnya

    Posted on December 21st, 2009 Ferry1002 No comments

    Knowledge management adalah konsep dan jargon besar yang susah diimplementasikan. Apa saking sulitnya dipahami sehingga susah diimplementasikan? Atau apa karena perlu tool yang mahal dan canggih sehingga tidak mudah diterapkan? Atau mungkin karena dosen dan pengajar knowledge management terlalu berteori setinggi langit sampai malah lupa untuk memanage pengetahuannya sendiri? Hehehe mungkin terakhir ini jadi faktor utama. Menurut saya, knowledge management itu mudah, murah dan wajib menjadi perilaku keseharian kita. Ini topik diskusi yang saya angkat ketika mengisi Workshop yang diselenggarakan oleh Divisi Komunikasi (Communication Team) Pertamina beberapa waktu yang lalu. BTW, Workshop ini dilakukan dalam rangka mensukseskan program Transformasi Pertamina menuju persaingan baru. Selain saya yang membawakan tema Knowledge Management dan Learning Organization, di jadwal tertulis nama Prof Roy Sembel yang menyajikan tema Investor Relation.

    APA ITU KNOWLEDGE MANAGEMENT

    Diskusi saya awali dengan ungkapan Peter Drucker yang sangat terkenal, yaitu:

    the basic economic resource is no longer capital, nor natural resources, not labor. It is and will be knowledge

    Ya perubahan dunia ini mengarah ke fenomena bahwa sumber ekonomi bukan lagi dalam bentuk money capital atau sumber daya alam, tapi ke arah knowledge capital. Justru karena knowledge alias pengetahuan ini kedepannya memegang peranan penting, karena itu harus kita kelola.

    Organisasi dan perusahaan di dunia ini sebenarnya sudah sejak lama menderita kerugian karena tidak mengelola pengetahuan pegawainya dengan baik. Konon kabarnya di suatu institusi pemerintah, hanya karena PNS yang sudah 30 tahun mengurusi listrik dan AC masuk masa pensiun, sehari setelah itu listrik dan AC masih belum menyala ketika para pegawai sudah masuk kantor. Ya, tidak ada yang menyalakan listrik dan AC, karena hanya si PNS itu yang tiap pagi selama 30 tahun menyalakan listrik dan AC. Bahasa ngoko alus-nya:

    when employees leave a company, their knowledge goes with them … ;)

    Organisasi dan perusahaan tidak mengelola pengetahuannya dengan baik, sehingga transfer pengetahuan tidak terjadi. Organisasi perlu mengelola pengetahuan anggotanya di segala level untuk:

    • Mengetahui kekuatan (dan penempatan) seluruh SDM
    • Penggunaan kembali pengetahuan yang sudah ada (ditemukan) alias tidak perlu mengulang proses kegagalan
    • Mempercepat proses penciptaan pengetahuan baru dari pengetahuan yang ada
    • Menjaga pergerakan organisasi tetap stabil meskipun terjadi arus keluar-masuk SDM

    Nah, sebenarnya yang berkewajiban mengelola pengetahuan itu individunya atau organisasinya? Sebenarnya setiap orang harus mengelola pengetahuan mereka sendiri, karena yang paling berkepentingan mendapatkan manfaat dari pengelolaan pengetahuan itu adalah individu. Ketika semua pengetahuan yang saya dapat ketika bekerja, part time atau menggarap project saya explicit-kan dalam bentuk tulisan. Kemudian saya simpan rapi dan kalau perlu saya database-kan sehingga muda saya cari kembali, ini semua membantu dan mempercepat kerja saya ketika masalah serupa datang. Kalaupun saya pindah kerja, knowledge base yang saya miliki tadi menjadi “barang berharga” yang bisa saya “jual” dalam bentuk skill dan kemampuan ke perusahaan baru.

    Knowledge management itu mudah? Ya, mudah dan kita sudah melaksanakannya selama ini kan :) Kalau nggak percaya cek animasi di bawah deh, itu contoh mudah knowledge management.

    contohkm.gif

    Nah dari gambar diatas, kita jadi tahu, KNOWLEDGE atau PENGETAHUAN yang berkali-kali kita bicarakan itu sebenarnya makhluk apa. Pengetahuan itu bisa dibagi menjadi dua:

    1. Explicit Knowledge: pengetahuan yang tertulis, terarsip, tersebar (cetak maupun elektronik) dan bisa sebagai bahan pembelajaran (reference) untuk orang lain. Dari contoh di atas, ketika seorang member milis memberi solusi dari buku, maka sebenarnya itu adalah bentuk explicit knowledge.

    2. Tacit Knowledge: pengetahuan yang berbentuk know-how, pengalaman, skill, pemahaman, maupun rules of thumb. Nah dari contoh di atas, ketika seorang member milis menjawab berdasarkan pengalaman dia, hasil ngoprek atau nggak sengaja dapat solusi misalnya, itu semua adalah tacit knowledge. Tacit knowledge ini kadang susah kita ungkapkan atau kita tulis. Contohnya, seorang koki hebat kadang ketika menulis resep masakan, terpaksa menggunakan ungkapan “garam secukupnya” atau “gula secukupnya”. Soalnya memang dia sendiri nggak pernah ngukur berapa gram itu garam dan gula, semua menggunakan know-how dan pengalaman selama puluhan tahun memasak. Itulah kenapa Michael Polyani mengatakan bahwa pengetahuan kita jauh lebih banyak daripada yang kita ceritakan :)

    MEMAHAMI KNOWLEDGE SPIRAL ALIAS SECI

    Legenda knowledge management tentu tidak bisa kita lepaskan dari Ikujiro Nonaka dengan bukunya The Knowledge-Creating Company. Nonaka menceritakan bagaimanasuccess story Matsushita Electric pada tahun 1985 ketika mengembangkan mesin pembuat roti.

    Konon pada era tahun 1985, Matsushita Electric menemui kesulitan besar dalam produksi mesin pembuat roti. Mereka selalu gagal dalam percobaan yang dilakukan. Kulit luar roti yang sudah gosong padahal dalamnya masih mentah, pengaturan volume dan suhu yang tidak terformulasi, adalah pemandangan sehari-hari dari percobaan yang dilakukan. Adalah seorang pengembang software matsushita electric bernama Ikuko Tanaka yang akhirnya mempunyai ide cemerlang untuk pergi magang langsung ke pembuat roti ternama di Osaka International Hotel. Dia dibimbing langsung oleh sang pembuat roti ternama tersebut untuk belajar bagaimana mengembangkan adonan dan teknik khusus lainnya.

    Selesai magang dia presentasikan seluruh pengalaman yang didapat. Pada engineerMatsushita Electric menerjemahkannya dengan penambahan part khusus dan melakukan perbaikan lain pada mesin. Percobaan yang dilakukan akhirnya sukses. Dan produk mesin pembuat roti tersebut akhirnya memecahkan rekor penjualan alat perlengkapan dapur terbesar pada tahun pertama pemasaran.

    Ikujiro Nonaka membuat formulasi yang terkenal dengan sebutan SECI atauKnowledge Spiral. Konsepnya bahwa dalam siklus perjalanan kehidupan kita, pengetahuan itu mengalami proses yang kalau digambarkan berbentuk spiral, proses itu disebut dengan Socialization – Externalization – Combination – Internalization. Oh ya, saya pernah tulis artikel tentang spiralisasi pengetahuan ini di IlmuKomputer.Com plus dengan edisi yang berbeda juga saya masukkan ke Jurnal Dokumentasi dan Informasi BACA yang diterbitkan oleh LIPI.

    seci.gif
    1. Proses eksternalisasi (externalization), yaitu mengubah tacit knowledge yang kita miliki menjadi explicit knowledge. Bisa dengan menuliskan know-how dan pengalaman yang kita dapatkan dalam bentuk tulisan artikel atau bahkan buku apabila perlu. Dan tulisan-tulisan tersebut akan sangat bermanfaat bagi orang lain yang sedang memerlukannya.

    2. Proses kombinasi (combination), yaitu memanfaatkan explicit knowledge yang ada untuk kita implementasikan menjadi explicit knowledge lain. Proses ini sangat berguna untuk meningkatkan skill dan produktifitas diri sendiri. Kita bisa menghubungkan dan mengkombinasikan explicit knowledge yang ada menjadi explicit knowledge baru yang lebih bermanfaat.

    3. Proses internalisasi (internalization), yakni mengubah explicit knowledge sebagai inspirasi datangnya tacit knowledge. Dari keempat proses yang ada, mungkin hanya inilah yang telah kita lakukan. Bahasa lainnya adalah learning by doing. Dengan referensi dari manual dan buku yang ada, saya mulai bekerja, dan saya menemukan pengalaman baru, pemahaman baru dan know-how baru yang mungkin tidak saya dapatkan dari buku tersebut.

    4. Proses sosialisasi (socialization), yakni mengubah tacit knowledge ke tacit knowledge lain. Ini adalah hal yang juga terkadang sering kita lupakan. Kita tidak manfaatkan keberadaan kita pada suatu pekerjaan untuk belajar dari orang lain, yang mungkin lebih berpengalaman. Proses ini membuat pengetahuan kita terasah dan juga penting untuk peningkatan diri sendiri. Yang tentu saja ini nanti akan berputar pada proses pertama yaitu eksternalisasi. Semakin sukses kita menjalani proses perolehan tacit knowledge baru, semakin banyak explicit knowledge yang berhasil kita produksi pada proses eksternalisasi.

KIAT MENGELOLA PENGETAHUAN

Sebelum terlalu ke langit, implementasi knowledge management untuk diri kita gimana yah? Paling tidak jangan lupakan beberapa hal yang mungkin sepele seperti di bawah. Saya sendiri menganggap bahwa kiat di bawah adalah best practiceknowledge management untuk individu.

Written by Romi Satria Wahono

Source : http://romisatriawahono.net/2008/05/06/knowledge-management-dan-kiat-praktisnya/

  • Online Personal Branding dan Kampanye Pemilu

    Posted on December 12th, 2009 Ferry1002 No comments

    Hiruk pikuk persiapan pemilu legislatif yang akan berlangsung pada bulan April 2009 sudah mulai terasa.

    barackobama-fb

    Spanduk kampanye para calon legislatif (caleg) dengan berbagai pesan moral, mental dan spiritual, yang intinya ingin mengatakan, “pilihlah saya”, betebaran di sepanjang jalan. Beberapa rekan saya yang kebetulan merintis jalan menjadi caleg DPR atau DPRD mengatakan bahwa ratusan juta bahkan miliaran rupiah telah dikeluarkan untuk berbagai kegiatan kampanye mencari dukungan massa dan personal branding . Kebanyakan dana dikeluarkan untuk spanduk, kaos, dan bendera, meskipun adalagi yang mencoba membuat “keshalehan sosial dadakan” dengan memperbaiki jalan atau membangunkan fasilitas umum. Jalan mahal, yang jujur saja belum tentu efektif untuk mendapatkan simpati dari masyarakat.

    Investasi mahal dalam kampanye ini sebenarnya sangat disadari oleh partai peserta pemilu dan juga calegnya. Saya amati, terhitung sejak akhir tahun 2008, banyak pengurus partai dan caleg yang meminta analisa saya tentang seberapa efektif penggunaan Internet untuk sarana alternatif dalam kampanye (online campaign ) dan personal branding . Tren dunia politik di wilayah online ini meneruskan tren model marketing dan branding perusahaan di Indonesia juga menuju jalur online. Tren ini tertangkap karena kebetulan dua tahun terakhir saya banyak diminta mengisi workshop internal tentang personal branding dan corporate blogging di berbagai perusahaan besar, khususnya yang bergerak di bidang perminyakan dan telekomunikasi.

    Indonesia bukan negara dengan jumlah pengguna Internet yang kecil, ini hal pertama yang harus kita catat. Jumlah pengguna Internet di Indonesia, menurut data terakhir dari Internet World Stats , mencapai 25 juta orang. Rangking Indonesia untuk jumlah pengguna Internet setara dengan Spanyol, dan jauh meninggalkan negara tetangga kita seperti Philipina, Malaysia dan Vietnam. Dukungan total dari 25 juta pengguna Internet, lebih dari cukup sebagai syarat minimal untuk maju menjadi calon RI-1. Sesuai dengan UU Pemilu yang mensyaratkan bahwa calon presiden harus mendapat dukungan minimal 25% suara nasional (sekitar 23.9 juta). Inilah dasar argumentasi penting bahwa Internet seharusnya menjadi sarana efektif, dan mungkin paling efisien, dalam kegiatan mencari dukungan massa dan peningkatan personal branding.

    Online personal branding sebenarnya bukan hal baru di dunia teknologi informasi. Para penggiat dunia Internet dan teknologi informasi sebenarnya telah melakukanonline personal branding , bahkan sering hidup dari hasil kegiatan itu, meskipun kadang mereka tidak sadar melakukannya. Para programmer open source melakukanpersonal brandin g ketika mereka mengembangkan suatu software dan mereleasenya dengan bebas (free) ke publik. Para system administratorsystem analyst dan security expert , semakin meningkat personal branding -nya ketika mereka berhasil membuat tulisan menarik dan unik di blog mereka tentang tren terbaru di bidangnya masing-masing. Personal branding semakin cepat terbentuk karena fenomena booming -nya layanan social networking bagi pengguna internet.

    Kembali ke masalah online personal branding untuk para caleg partai politik, langkah awal yang harus dilakukan untuk memulai membangun personal branding adalah melalui berbagai sarana online di bawah.

    • BLOGGING Miliki situs blog dengan nama domain pribadi dan isi dengan tulisan-tulisan kita tentang pandangan politik kita, termasuk apa yang sebenarnya kita ingin perjuangkan di jalur legislatif ini. Jangan pernah hanya menggunakan waktu luang untuk menulis, tapi sengaja luangkan waktu dalam sehari untuk kegiatan menulis di blog ini. Blogging alias ngeblog adalah cara efektif dalam marketing di dunia maya. Hal ini didukung oleh teori dari pakar branding dan marketing,P. Montoya , yang mengatakan bahwa suara individu lebih dipercaya daripada suara institusi atau perusahaan. Dukungan teknis datang dari CMS blog seperti wordpress , yang mempermudah proses Search Engine Optimization (SEO) khususnya jenis onpage lewat berbagai plugin-nya. Perlu dicatat bahwa jangan sekali-sekali melakukan copy-paste dari artikel dari tempat lain karena itu justru akan menhancurkan brand kita.
    • SOCIAL NETWORKING Friendster dan Facebook adalah duo social networking yang sangat besar penggunanya dan sangat cepat dalam kegiatan pengumpulan massa. Indonesia tercatat sebagai pengguna terbesar di dunia untuk Friendster dan termasuk papan atas untuk Facebook. Pengguna Internet di Indonesia bahkan mulai meninggalkan mailing list untuk sarana diskusi, menyebar undangan, sharing aktifitas dan mengumpulkan orang, karena semua bisa kita lakukan dengan berbagai aplikasi yang ada di layanan social networking . Perlu diingat bahwa melakukan hard-marketing ataupun spamming di layanan social networking dan juga aktifitas blogging adalah berbahaya dalam pembentukan brand kita. Jalursoft-marketing dengan aktif berdiskusi dan menulis dengan logis serta ilmiah adalah jalur terbaik dalam personal brandingPersonal branding dengan Facebook bisa memanfaatkan fasilitas Pages atau Groups. Menambahkan Friends (teman) memiliki batasan 5000 orang, jadi alihkan  strategi Add Friends ke Pages yang tidak memiliki batasan jumlah penggemar. Apabila memungkinkan gunakan juga social networking yang berbasis di video dan gambar seperti YouTube dan Flicker. Barrack Obama adalah contoh nyata bagaimana seorang politikus sukses melakukan online campaign dengan memanfaatkan YouTube.

    Terakhir, perlu kita pahami bahwa tidak ada cara instan nan cepat dalam personal brandin g. Semua perlu waktu dan proses sehingga kita, karya kita dan pendapat-pendapat kita, bisa diakui dan dipercaya oleh masyarakat.

    (*) Tulisan ini juga diterbitkan oleh majalah CHIP edisi Maret 2009 dalam kolom Opini


    Written By : Romi Satria Wahono

    Source : http://romisatriawahono.net/2009/03/07/online-personal-branding-dan-kampanye-pemilu/

  • ‘Knowledge sharing’ should be avoided

    Posted on December 9th, 2009 Ferry1002 No comments

    One of the goals of many knowledge management (KM) projects is to ’support and/or increase knowledge sharing’. While on the surface this is both a sensible and desirable goal, in practice it is often ineffective.

    This briefing explores some of the issues with the goal of ‘knowledge sharing’, and proposes an alternative approach that can be applied to knowledge management projects.

    What does it mean?

    The first challenge is to define what ‘knowledge sharing’ means in practice . On the face of it, the meaning is self-obvious: to encourage the sharing of knowledge or information between members of staff within an organisation.

    When this is probed more deeply, however, KM teams tend to start talking about ‘capturing tacit knowledge’ and other similar topics. Unfortunately, this simply introduces further jargon, but no greater clarity.

    Knowledge sharing is certainly an important concept for those in the knowledge management and information management disciplines (ie the readers of this article).

    The starting point to moving beyond this terminology, however, is to recognise that it means little to anyone else in the organisation.

    Generates little enthusiasm

    This next issue is that the concept of knowledge sharing will generate little enthusiasm (and therefore action) amongst staff. In fact, when asked (or instructed) to ’share your knowledge’ staff will typically respond with confusion, passive resistance or hostility.

    The simple fact is that staff simply don’t ’share knowledge’, they conduct whatever work activities are required in their jobs. In our terms this may include sharing knowledge, but to them they are ‘updating client details’, ‘discussing project schedules’ and the like.

    The only exception to this is where the target staff for knowledge management initiatives are information managers, who have the responsibility for KM-like duties. Here knowledge sharing may make sense.

    Focus on solutions not problems

    A danger with the goal of knowledge sharing is that it quickly shifts the KM team into ’solutions mode’.

    For example, knowledge sharing initiatives may focus on implementing a new expertise directory, or on improving collaboration tools.

    While these solutions may be potentially useful, if they don’t meet specific business needs they won’t be widely used (if at all).

    Many organisations are now littered with unused systems as the result of this emphasis on delivering knowledge management solutions.

    Does not direct activities

    The final challenge with knowledge sharing as a goal is that it doesn’t provide a clear direction for action.

    With such a broad goal, there are many possible targeted staff groups, many possible business processes to focus on, and many individual issues to address.

    In many cases, KM teams become trapped at this stage, and are unable to develop a clear and concrete roadmap for their knowledge management activities.

    Alternative approach: focus on solving business problems

    To avoid these issues, it is recommended that ‘knowledge sharing’ not be discussed beyond the confines of the KM team.

    Instead, KM initiatives should take the following approach:

    • identify key business needs or issues
    • determine appropriate KM initiatives
    • communicate these initiatives in business language that matches the problem being solved and the staff being targeted

    In this way, ‘knowledge sharing’ could become ‘improve the coordination of project teams’, or ‘increase consistency of interaction with customers’ or ‘reduce processing errors’.

    By targeting a specific problem that is meaningful to staff, real action can then be generated.

    Written by : James Robertson

    Source : http://www.steptwo.com.au/papers/cmb_knowledgesharing/index.html